Hubungan Kearifan Lokal dengan Kebudayaan

Pengertian Kearifan Lokal dilihat dari kamus Inggris Indonesia, terdiri dari 2 kata yaitu kearifan (wisdom) dan lokal (local). Local berarti setempat danwisdom sama dengan kebijaksanaan. Dengan kata lain maka local wisdom dapatdipahami sebagai gagasan-gagasan, nilai-nilai, pandangan-pandangan setempat (local) yang bersifat bijaksana, penuh kearifan, bernilai baik, yangtertanam dan diikuti oleh anggota masyarakatnya. Dalam disiplin antropologi dikenal istilah local genius. Local genius ini merupakan istilah yang mula pertamadikenalkan oleh Quaritch Wales. Para antropolog membahas secara panjang lebar pengertian local genius ini (Ayatrohaedi, 1986). Antara lain Haryati Soebadio mengatakan bahwa local genius adalah juga cultural identity, identitas/kepribadian budaya bangsa yang menyebabkan bangsa tersebut mampu menyerap danmengolah kebudayaan asing sesuai watak dan kemampuan sendiri (Ayatrohaedi,1986:18-19).

Sementara itu Keraf (2002) menegaskan bahwa kearifan lokal adalah semua bentuk pengetahuan, keyakinan, pemahaman atau wawasan serta adat kebiasaan atau etika yang menuntun perilaku manusia dalam kehidupan di dalam komunitas ekologis. Semua bentuk kearifan lokal ini dihayati, dipraktekkan, diajarkan dan diwariskan dari generasi ke generasi sekaligus membentuk pola perilaku manusia terhadap sesama manusia, alam maupun gaib.

Selanjutnya Francis Wahono (2005) menjelaskan bahwa kearifan lokal adalah kepandaian dan strategi-strategi pengelolaan alam semesta dalam menjaga keseimbangan ekologis yang sudah berabad-abad teruji oleh berbagai bencana dan kendala serta keteledoran manusia. Kearifan local tidak hanya berhenti pada etika, tetapi sampai pada norma dan tindakan dan tingkah laku, sehingga kearifan lokal dapat menjadi seperti religi yang memedomani manusia dalam bersikap dan bertindak, baik dalam konteks kehidupan sehari-hari maupun menentukan peradaban manusia yang lebih jauh.

Adanya gaya hidup yang konsumtif dapat mengikis norma-norma kearifan lokal di masyarakat. Untuk menghindari hal tersebut maka norma-norma yang sudah berlaku di suatu masyarakat yang sifatnya turun menurun dan berhubungan erat dengan kelestarian lingkungannya perlu dilestarikan yaitu kearifan lokal.

Pentingnya Kearifan Lokal

Sebagaimana dipahami, dalam beradaptasi dengan lingkungan, masyarakat memperoleh dan mengembangkan suatu kearifan yang berwujud pengetahuan atau ide, norma adat, nilai budaya, aktivitas, dan peralatan sebagai hasil abstraksi mengelola lingkungan. Seringkali pengetahuan mereka tentang lingkungan setempat dijadikan pedoman yang akurat dalam mengembangkan kehidupan di lingkungan pemukimannya.

Keanekaragaman pola-pola adaptasi terhadap lingkungan hidup yang ada dalam masyarakat Indonesia yang diwariskan secara turun temurun menjadi pedoman dalam memanfaatkan sumberdaya alam. Kesadaran masyarakat untuk melestarikan lingkungan dapat ditumbuhkan secara efektif melalui pendekatan kebudayaan. Jika kesadaran tersebut dapat ditingkatkan, maka hal itu akan menjadi kekuatan yang sangat besar dalam pengelolaan lingkungan. Dalam pendekatan kebudayaan ini, penguatan modal sosial, seperti pranata sosialbudaya, kearifan lokal, dan norma-norma yang terkait dengan pelestarian lingkungan hidup penting menjadi basis yang utama.

Praktek-Praktek Kearifan Lokal Masyarakat Jawa

Dalam menjaga keseimbangan dengan lingkungannya masyarakat melakukan normanorma, nilai-nilai atau aturan-aturan yang telah berlaku turun temurun yang merupakan kearifan lokal setempat. Beberapa contoh kearifan lokal yang ada pada masyarakat jawa adalah sebagai berikut :

  1. Kearifan Lokal Di Bidang Pertanian

Pranoto Mongso

Pranoto mongso atau aturan waktu musim digunakan oleh para tani pedesaan yang didasarkan pada naluri dari leluhur dan dipakai sebagai patokan untuk mengolah pertanian. Berkaitan dengan kearifan tradisional maka pranoto mongso ini memberikan arahan kepada petani untuk bercocok tanam mengikuti tanda-tanda alam dalam mongso yang bersangkutan, tidak memanfaatkan lahan seenaknya sendiri meskipun sarana prasarana mendukung seperti misalnya air dan saluran irigasinya. Melalui perhitungan pranoto mongso maka alam dapat menjaga keseimbangannya.

Urut-urutan pranoto mongso menurut Sastro Yuwono (http: //kejawen. co. cc/ pranoto mongso aliran musim jawa Asli ) adalah sebagai berikut :

  1. Kasa berumur 41 hari (22 Juni – 1 Agustus). Para petani membakar dami yang tertinggal di sawah dan di masa ini dimulai menanam polowijo.
  2. Karo berumur 23 hari (2 – 24 Agustus). Polowijo mulai tumbuh, pohon randu dan mangga mulai bersemi, tanah mulai retak/berlubang, suasana kering dan panas.
  3. Katiga/katelu berumur 24 hari (25 Agustus-17 September). Sumur-sumur mulai kering dan anin yang berdebu. Tanah tidak dapat ditanami (jika tanpa irigasi) karena tidak ada air dan panas. Palawija mulai panen.
  4. Kapat berumur 25 hari (18 September -12 Oktober) Musim kemarau, para petani mulai menggarap sawah untuk ditanami padi gogo, pohon kapuk mulai berbuah
  5. Kalima berumur 27 hari (13 Oktober – 8 Nopember). Mulai ada hujan, petani mulai membetulkan sawah dan membuat pengairan di pinggir sawah, mulai menyebar padi gogo, pohon asam berdaun muda.
  6. Kanem berumur 43 hari (9 Nopember – 21 Desember). Musim orang membajak sawah, petani mulai pekerjaannya di sawah, petani mulai menyebar bibit tanaman padi di pembenihan, banyak buah-buahan.
  7. Kapitu berumur 43 hari (22 Desember – 2 Februari ). Para petani mulai menanam padi, banyak hujan, banyak sungai yang banjir, angin kencang
  8. Kawolu berumur 26 hari, tiap 4 tahun sekali berumur 27 hari (3 Februari-28 Februari Padi mulai hijau, uret mulai banyak
  9. Kasanga berumur 25 hari (1 – 25 Maret). Padi mulai berkembang dan sebagian sudah berbuah, jangkrik mulai muncul, kucing mulai kawin, tonggeret mulai bersuara
  10. Kasepuluh berumur 24 hari (26 Maret-18 April). Padi mulai menguning, mulai panen, banyak hewan bunting
  11. Desta berumur 23 hari (19 April-11Mei). Petani mulai panen raya
  12. Sadha berumur 41 hari (12 Mei – 21 Juni) . Petani mulai menjemur padi dan memasukkannya ke lumbung.

Dengan adanya pemanasan global sekarang ini yang juga mempengaruhi pergeseran musim hujan, tentunya akan mempengaruhi masa-masa tanam petani. Namun demikian pranoto mongso ini tetap menjadi arahan petani dalam mempersiapkan diri untuk mulai bercocok tanam. Berkaitan dengan tantangan maka pemanasan global juga menjadi tantangan petani dalam melaksanakan pranoto mongso sebagai suatu kearifan lokal di Jawa.

Selain di Jawa, contoh lain kearifan lokal di Indonesia adalah SUBAK (yang berasal dari Bali): Salah satu teknologi tradisional pemakaian air secara efisien dalam pertanian dilakukan dengan cara Subak. Lewat saluran pengairan yang ada pembagian aliran berdasarkan luas areal sawah dan masa pertumbuhan padi dilakukan dengan menggunakan alat bagi yang terdiri dari batang pohon kelapa atau kayu tahan air lainnya. Kayu ini dibentuk sedemikian rupa dengan cekukan atau pahatan dengan kedalaman berbeda sehingga debit air yang mengalir di satu bagian berbeda dengan debit air yang mengalir di bagian lainnya. Kayu pembagi air ini dapat dipindah-pindah dan dipasang diselokan sesuai dengan keperluan, yang pengaturannya ditentukan oleh Kelihan Yeh atau petugas pengatur pembagian air.

Tantangan Terhadap Kearifan Lokal

  1. Jumlah Penduduk
    Pertumbuhan penduduk yang tinggi akan mempengaruhi kebutuhan pangan dan berbagai produksi lainnya untuk mencukupi kebutuhan manusia. Robert Malthus menyatakan bahwa penduduk yang banyak merupakan penyebab kemiskinan, hal ini terjadi karena laju pertumbuhan penduduk yang mengikuti deret ukur tidak akan pernah terkejar oleh pertambahan makanan dan pakaian yang hanya mengikuti deret hitung (Soerjani dkk, 1997:99). Adanya kebutuhan pangan yang tinggi menuntut orang untuk meningkatklan produksinya guna mencukupi kebutuhan tersebut, sehingga melakukan modernisasi pertanian dengan melakukan revolusi hijau. Dalam Revolusi hijau dikembangkan penggunaan bibit unggul, pemupukan kimia, pengendalian hama penyakit dengan obat-obatan, pembangunan saluran irigasi secara besar-besaran untuk pengairan dan penggunaan teknologi pertanian dengan traktor untuk mempercepat pekerjaan.
  2. Teknologi Modern dan Budaya
    Perkembangan teknologi dan ilmu pengetahuan yang cepat menyebabkan kebudayaan berubah dengan cepat pula. Selanjutnya Su Ritohardoyo (2006:42) menjelaskan bahwa perubahan yang terjadi pada masyarakat yang kebudayaannya sudah maju atau kompleks, biasanya terwujud dalam proses penemuan (discovery), penciptaan baru (invention), dan melalui proses difusi (persebaran unsur-unsur kebudayaan). Perkembangan yang terwujud karena adanya inovasi (discovery maupuninvention) dan difusi inovasi mempercepat proses teknologi, industrialisasi dan urbanisasi. Ketiga komponen tersebut secara bersama menghasilkan proses modernisasi dalam suatu masyarakat yang bersangkutan. Teknologi modern secara disadari atau tidak oleh masyarakat, sebenarnya menciptakan keinginan dan harapan-harapan baru dan memberikan cara yang memungkinkan adanya peningkatan kesejahteraan manusia.
  3. Kemiskinan dan Kesenjangan
    Kemiskinan dan kesenjangan merupakan salah satu masalah yang paling berpengaruh terhadap timbulnya masalah sosial. Masalah sosial yang bersumber dari kemiskinan dan kesenjangan atau kesulitan dalam pemenuhan kebutuhan pokok, sering kali tidak berdiri sendiri tetapi saling berkaitan dengan faktor lain. Kemiskinan bukan saja menjadi masalah di Indonesia, tetapi juga di banyak Negara berkembang. Kemiskinan juga mempengaruhi orang bertindak untuk memenuhi kebutuhan dasarnya, meskipun tindakan tersebut kadang bertentangan dengan aturan atau norma-norma yang sudah ada atau pun berkaitan dengan kerusakan lingkungan.

SUMBER :

https://www.academia.edu/6248377/KEARIFAN_LOKAL_CERMINAN_BUDAYA_MASYARAKAT_DALAM_PENGARUH_TEKNOLOGI_Oleh_Asy_Ary_Suyanto

http://jejakjejakhijau.blogspot.com/2012/01/kearifan-lokal-di-lingkungan-masyarakat.html

http://awig-awig.blogspot.com/2011/07/jenis-kearifan-lokal-yang-ada-di.html

http://ki-demang.com/kbj5/index.php/makalah-pengombyong/1207-25-kearifan-lokal-budaya-jawa-sebagai-bahan-ajar-bahasa-indonesia-bagi-penutur-asing-bipa